Indonesia adalah bangsa kaya raya mampu menghidupi dunia. Sumber daya alamnya menyimpan segala harta. Pemasok segala kebutuhan industri apa saja. Baik industi baja, besi, plastik, makanan, kesehatan, pertahanan, perhiasan dan sebagainya. Kekayaan yang berlipah inilah menjadikan semua mata dari belahan dunia melirik dan ingin menguasainya.
Kita sebagai anak bangsa semestinya menjaga dan memelihara. Berkaca kepada para pendahulu dan pendiri bangsa. Bahwa persoalan yang menimpa bangsa kita ujung pangkalnya adalah persoalan rejeki dan ekonomi. Sedang persoalan politik, kesehatan, kebangsaan dan sektor lainnya merupakan bagian dari batang, ranting, bunga dan buah efek persoalan akar dan pohon yang sesungguhnya.
Fenomena aksi yang semarak terjadi di ibu kota yang berefek kepada beberapa daerah di Indonesia adalah imbas dari konflik politik kekuasaan. Partai politik yang seharusnya punya tanggungjawab menjaga kedaulatan bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupan rakyatnya dalam berbangsa dan bernegara jutru kosituenya dijadikan obyek pertarungan kepentingan politik. Tipisnya jiwa kenegarawanan inilah bisa menyebabkan kedaulatan bangsa semakin terkoyak.
Sikap saling bermusuhan antar politik dan pendukung dalam pelaksanaan pemilu di DKI Jakarta justru menegaskan bahwa kedewasan berpolitik di ibu kota semakin rendah. Hal ini dibuktikan bahwa gejolak yang terjadi justru semakin mengancam nilai persatuan dan kesatuan rakyat itu sendiri. Nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong yang seharusnya dipelihara oleh semua kalangan malah terancam. Adu mulut dibesar-besarkan. Kekuatan para pendukung justru dibentur-benturkan. Selisih faham juga segangaja dikelola untuk menghasilkan uang dan semuanya justru mengancam kerukunan dan kekokohan bangsa yang kaya raya ini.
Apek Saiman tokoh pemuda dari Jakarta Utara beliau adalah salah satu penggagas Lembaga Sukses Jakarta atau yang biasa disebut sekusesi Jakarta, ketika kami wawancarai mengatakan “ Bahwa persoalan yang menimpah bangsa ini termasuk di ibu kota DKI Jakarta merupakan akibat dari prilaku para politisi itu sendiri. Fenomena politik kekuasaan yang terjadi ini tak lepas dari imbas pertarungan timur dan barat dan semuanya unjung-ujungnya menyangkut persoalan pembagian dan penguasaan rejeki. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah dipikirkan oleh para pendiri bangsa kita, bahwa persoalan ekonomi dan hajat orang banyaklah masalah bermula dan bisa menjalar kemana-mana” ungkap Pria yang biasa Apek Saiman.
Terancamnya nilai-nilai Pancasila sebagai perahu persatuan dan sebagai rohnya dalam hidup berbangsa dan bernegara jika sudah dilepas maka tak ubahnya manusia yang hanya tinggal jasatnya. Bisa dibayangkan jika manusia sudah kehilangan pegangan, roh sebagai utusan Tuhan. Sudah pasti kacau dan banyak benturan. Hilangnya pegangan inilah yang menjadikan banyak pelaku politik termasuk masyarakat kita banyak yang mudah diadu domba dan selalu menjadi komoditas perpolitikan.
Apek Saiman menegasakan menyatir seperti yang pernah dituliskan Ir. Soekarno dalam bukunya dibawa bendera revolusi : Persatuanlah yang membawa kita kearah ke-besaran dan ke-merdekaan, maka tinggal menetapkan mahma organisasinya agar persatuan bisa menjadi berdiri. Maka penting bahwa Pancasila harus menjadi pilihan final. Tinggal digali lebih dalam dan diaplikasikan, agar pendidikan berpolitik masyarakat semakin lebih dewasa dan matang. Sehingga hal-hal yang menjajah perasaan antar sesama akan lebih terminimalisir. Sebab dikatakan dalam proklamasi kita, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan termasuk menjajah perasaan orang lain. Karna itu sudah pasti bertentangan dengan sila ke dua kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tidak kurang jalan menuju arah persatuan. Jika kemauan, percaya akan ketulusan hati satu sama lain dan memahami betul akan pepatah bawa rukun membikin sentosa. Berbagi rasa, ilmu, tenaga, harta, dan doa adalah kunci jawabannya. Sebagaimana ajaran tri rukun para pendahulu bangsa yang kaya raya ini. Kita harus bisa menerima sekaligus memberi karna disitulah rahasianya persatuan itu. Sebab persatuan tidak akan bisa terjadi jika masing-masing pihak tidak mau berbagi.
Jika kita memahami bahwa dalam percerai beraian itu adalah letaknya benih perbudakan dan kesengsaraan. Jika kita menyadari bahwa permusuhan itulah yang menjadikan kita bertemu dengan rasa sakit dan ketidak tentraman. Maka masing-masing pribadi harus belajar merukunkan dirinya sendiri, mejaga mulut dan menfliter segala informasi pengetahuan yang hendak dijadikan pupuk dalam membentuk kepribadiaan. Menyaring segala ucap dan perbuatan, maka disitulah nilai kemanusiaan dan keadilan yang tertuang dalam Pancasila sila kedua akan mampu mewujudkan persatuan Indonesia.